Breaking News

Ketika Sastra Bertemu Akuntansi: Kolaborasi Dua Doktor muda FEB UNISLA yang Bikin Kampus Makin Hidup

                          Oleh: Humas FEB UNISLA 

Lamongan  – Siapa bilang dunia kampus itu kaku dan penuh teori? Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Lamongan (UNISLA), dua sosok perempuan hebat membuktikan bahwa ilmu bisa hidup, berwarna, dan bahkan saling bersinergi dalam cara yang tak terduga. Mereka adalah Dr. Emalia Nova Sustyorini dan Dr. Fitri Nurjanah, S.E., M.A. Dua doktor muda yang bukan hanya berprestasi, tapi juga membawa energi baru dalam dunia akademik. Kamis ( 30/10/1025).

Kisah keduanya bukan sekadar tentang meraih gelar tertinggi di bidang pendidikan. Ini adalah kisah tentang semangat, perjuangan, dan kolaborasi lintas disiplin ilmu yang unik antara sastra dan akuntansi, antara kata dan angka, antara makna dan logika.

Mari mulai dari sosok yang akrab disapa Dr. Emalia Nova Sustyorini. Ia baru saja menorehkan prestasi gemilang dengan menyelesaikan studi doktoralnya di Program Studi S3 Pendidikan Bahasa dan Sastra. Disertasinya berjudul “Mitos Novel Trilogi Kisah Tanah Jawa Karya Kisah Tanah Jawa: Kajian Sosiosemiotik.” Kalau didengar sekilas, terdengar seperti kajian sastra murni. Tapi kalau kita menyelami lebih dalam, ternyata riset ini sangat kaya makna sosial dan filosofis.

Emalia menelusuri makna-makna tersembunyi dalam karya populer Kisah Tanah Jawa yang banyak digemari generasi muda. Ia memandang karya itu bukan sekadar cerita mistik, tapi juga cermin budaya masyarakat—tentang ketakutan, harapan, dan mitos yang membentuk cara pandang manusia terhadap realitas sosial. Dari sana, ia mengajak pembacanya berpikir: bahwa di balik setiap mitos, ada pesan moral dan nilai sosial yang bisa diambil.

Yang menarik, Emalia tidak hanya berbicara tentang sastra. Ia juga berbicara tentang cara memahami manusia, perilaku, dan dinamika sosial sesuatu yang sangat relevan dengan dunia ekonomi dan bisnis. Karena pada akhirnya, di balik angka dan laporan keuangan, yang kita hadapi adalah manusia dengan segala nilai, budaya, dan ceritanya.

Sementara itu, di jalur yang tampak berbeda tapi sesungguhnya seirama, Dr. Fitri Nurjanah melangkah dengan gagah dalam dunia akuntansi dan tata kelola perusahaan. Gelar doktor yang diraihnya adalah buah dari penelitian serius berjudul “Pengaruh Mekanisme Internal dan Eksternal Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba: Koneksi Politik sebagai Variabel Moderasi Tekanan Media.”

Kalimatnya panjang? Memang. Tapi maknanya dalam banget. Fitri membedah bagaimana sistem tata kelola perusahaan (good corporate governance) dan kekuatan media bisa menekan atau justru memicu praktik manipulasi laba di dunia bisnis. Ia juga menyoroti peran “koneksi politik” yang sering kali jadi faktor terselubung di balik keputusan perusahaan.

Di tengah maraknya isu korporasi yang bermain di wilayah abu-abu, penelitian Fitri menjadi oase intelektual yang mengingatkan kita bahwa akuntansi bukan hanya urusan angka, tapi juga urusan hati dan moral. Dunia bisnis yang sehat harus berlandaskan integritas, transparansi, dan tanggung jawab sosial.

Nah, bayangkan jika dua dunia ini sastra dan akuntansi bertemu. Yang satu berbicara tentang makna dan mitos, yang satu tentang data dan tata kelola. Tapi ketika keduanya berdiskusi dalam satu ruang, suasananya bukan benturan, melainkan harmoni. Emalia melihat angka sebagai cerita, dan Fitri melihat cerita sebagai data perilaku. Di situlah titik temu luar biasa itu terjadi.

Keduanya kini menjadi bagian penting dalam tim promosi FEB UNISLA. Sebagai wajah akademik sekaligus inspirator publik, mereka tidak hanya berkiprah di ruang kelas atau jurnal ilmiah. Mereka turun ke masyarakat, berbicara di forum, menggerakkan mahasiswa, dan memperkenalkan UNISLA sebagai kampus yang bukan hanya mendidik, tapi juga menginspirasi.

Dalam kegiatan promosi fakultas, Emalia dengan gaya komunikatifnya sering memikat audiens muda mengajak mereka melihat bahwa belajar di FEB UNISLA bukan cuma tentang bisnis dan ekonomi, tapi juga tentang memahami manusia dan dunia. Sementara Fitri, dengan ketegasannya yang elegan, selalu menekankan pentingnya etika dalam ekonomi modern. “Bisnis itu bukan sekadar cuan, tapi tentang nilai dan kepercayaan,” ujarnya dalam salah satu sesi.

Kolaborasi mereka pun mulai terasa dampaknya di lingkungan kampus. Mahasiswa yang dulu mungkin hanya melihat sastra sebagai dunia “kata-kata” dan akuntansi sebagai dunia “angka-angka”, kini mulai sadar bahwa keduanya bisa saling melengkapi. Dalam diskusi, keduanya kerap memantik pemikiran baru: bagaimana komunikasi yang baik bisa memperkuat transparansi bisnis, atau bagaimana pemahaman sosial bisa memperkaya analisis ekonomi.

Di sinilah roh tridarma perguruan tinggi hidup dengan indah. Dalam pendidikan, mereka menjadi dosen yang membuka ruang berpikir luas bagi mahasiswa. Dalam penelitian, mereka menunjukkan bahwa ilmu apapun bisa bermanfaat jika digali dengan hati dan rasa ingin tahu. Dan dalam pengabdian masyarakat, mereka bersama tim FEB UNISLA aktif membawa ilmu itu turun ke masyarakat melalui pelatihan, literasi, hingga kegiatan sosial yang berdampak langsung.

Kehadiran dua doktor ini juga menegaskan bahwa FEB UNISLA bukan hanya kampus ekonomi biasa. Ia adalah rumah bagi intelektual yang berpikir lintas batas. Di sini, kolaborasi lintas bidang bukan sekadar jargon, tapi sudah menjadi budaya.

Yang membuat cerita ini makin menarik adalah cara mereka menjalani peran akademik dengan gaya yang ringan dan membumi. Tidak ada kesan “sok intelek” atau berjarak. Keduanya justru dikenal hangat, suka berbagi cerita, dan mudah diajak berdiskusi, baik dengan mahasiswa maupun kolega. Bahkan dalam kegiatan promosi, sering kali keduanya justru membuat suasana cair dan inspiratif.

“Ilmu itu harus hidup, bukan hanya disimpan di kepala,” kata Dr. Emalia suatu kali. “Dan untuk membuat ilmu hidup, kita harus berani keluar dari zona nyaman,” sambung Dr. Fitri. Dua kalimat sederhana yang menggambarkan betul filosofi mereka.

Keduanya membuktikan bahwa dosen bisa jadi sosok yang inspiratif tanpa kehilangan keilmiahan. Bahwa kampus bisa berprestasi tanpa kehilangan kehangatan. Bahwa kolaborasi lintas disiplin bukan ancaman bagi identitas keilmuan, tapi justru memperkaya dan memperluas cakrawala berpikir.

Kini, di koridor FEB UNISLA, semangat itu terasa hidup. Mahasiswa lebih berani bertanya, dosen lebih terbuka berdiskusi, dan suasana akademik terasa lebih dinamis. Semua karena ada dua sosok yang menyalakan api semangat itu Dr. Emalia dengan kekuatan maknanya, dan Dr. Fitri dengan ketajaman logikanya.

Kolaborasi mereka bukan hanya antara dua individu, tapi juga simbol dari arah baru FEB UNISLA: kampus yang tidak hanya mencetak lulusan siap kerja, tapi juga siap berpikir, siap berkolaborasi, dan siap memberi arti.

Editor  :  Nuhan,S.Ag

0 Comments

© Copyright 2024 - Barometer Investigasi News
wa